23 Juni 2005

Walaupun kini perempuan di berbagai pelosok dunia tidak pernah berpikir dua kali untuk mengenakan celana panjang dalam berbagai kegiatan mereka, tetapi celana panjang sebagai bagian dari mode masih terus menimbulkan persoalan, antara lain pada feminis. Pendapat mereka terpecah dua, antara yang pro dan anti.

Kelompok yang pro menyebutkan, celana panjang sangat praktis karena menutup tubuh bagian bawah dengan praktis dan memungkinkan gerakan paling bebas dan alamiah. Namun, karena celana panjang (di Barat) merupakan pakaian laki-laki, itu artinya menganggap celana panjang mencitrakan sesuatu yang lebih baik dan lebih masuk akal dibandingkan pakaian perempuan. Di sisi lain, menurut Joanne Hollows (Feminism, feminity and popular culture, 2000) argumen ini dibantah dengan alasan pakaian dipakai pertama-tama bukan karena kegunaannya-hal ini adalah alasan rasional orang berpakaian-dan karena itu berpakaian tidak pernah berhubungan dengan akal (rasio).
(Kompas, 19 Juni 2005)


Hehe, seriously ;)

Kayanya what-so-called feminis itu bener-bener bikin bingung mereka sendiri dee...

Gue si pake celana panjang karena... ga mungkin pake celana pendek, hehe. Gak ding. Ya praktis aja gitu. Rosihan Anwar dalam Perkisahan Nusa (sebuah buku keren yang gue dapet di Book's Days Out) mengutip pendapat Tarzie Vittachi, kolumnis majalah Newsweek asal Sri Lanka.

...bangsa-bangsa Asia yang kaum prianya pakai kain sarung seperti di Sri Lanka, Burma, India pada umumnya bersifat lembek, lamban, pemalas. Sedangkan bangsa-bangsa Asia yang khususnya kaum wanitanya pakai celana atau seluar seperti di Vietnam, Cina, dan Jepang (di sini wanitanya pakai mompe atau celana panjang) adalah gesit, tangkas, dan energetik.
(H. Rosihan Anwar, 1986)


Gue gak komentar soal kaum prianya ya. Tapi mungkin pendapat itu ada benernya juga, walopun gue yakin gak sepenuhnya. Ah, nanti kita jadi ngomong soal patriarkisme dan jadi panjang and then I'm gonna be bubbling and lost and don't know what I'm talking 'bout ;P

Cuma teringat seorang teman yang selalu pake rok di mana dan kapan saja. Dia bilang ke gue alasannya adalah dia pingin nunjukin bahwa dengan pake rok dia tetap bisa bebas ngelakuin apa aja. And it's true. She had lots of activity back in campus and she has a good career now. Buat gue, dia adalah feminis yang sesungguhnya.

1 komentar:

  1. hehehe, artikel di Kompas itu lucu deh. dan menghibur. :D eh Ran, mbak Dini kayaknya juga selalu pake rok deh ya. CMIIW.

    BalasHapus