Baru menamatkan Mantra Pejinak Ular, buku yang belinya gak sengaja ituh. A really nice book, altough not Kuntowijoyo's best. I haven't read much of his novel, actually. Di sini hero-nya agak terlalu obvious, terlalu beda dengan yang lain. Di cerpen-cerpennya, biasanya hero yang keluar adalah hero yang "hero", orang biasa-biasa aja yang bahkan tidak menjadi luar biasa juga. Hanya "sekedar" tokoh utama.
Tapi tetap buku yang sangat menyenangkan. Seperti biasa kita bisa menangkap "kesederhanaan" sebagai kekuatan. Dan ketika tadi malam gue naik kereta ekonomi terakhir dengan bangku yang sama sekali tidak ergonomis (just two piece of straight board, about 100 degrees edge), ngeliat orang-orang pulang, pedagang dari stasiun-ke-stasiun, karyawan, I don't know what else, masih juga ada pedagang-pedagang yang seperti biasa menawarkan jualannya (kali ini gak ada buku tafsir mimpi seharga seribu rupiah), Jakarta malam hari, liat aliran sungai bercampur limbah, apartemen-apartemen senayan-eh, gue mo ngomong apa sih? Ya... sebenarnya gue kagum aja sama orang-orang yang bisa menghayati dan mengamalkan satu kalimat Tuhan, "Fabiayyi alaa i´ Rabbiku maa tukaddzibaan" (Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?), walaupun mungkin mereka nggak familiar dengan kalimat itu.
Mmm... ngelanturnya terlalu jauh kali ini :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar