494

Sabtu kemaren, gue membuat kesal tiga pengendara motor. Padahal niatnya hari itu mau menebar cinta, tapi apa daya ;))

Ceritanya mau ke rumah Danti di Dipati Ukur. Di Siliwangi, abis jembatan Cikapundung aja angkot udah berenti dong. Seminggu sebelumnya, kemacetan serupa sudah membuat seorang teman yang harus menempuh perjalanan Ciumbuleuit-Cihampelas selama 1,5 jam meng-sms penuh derita 'D*d* R***d* ku aing!' Akhirnya gue putuskan untuk turun dan jalan, sekalian ngambil tempat minum yang tertinggal di kantor (gue pernah melakukan perjuangan yang lebih berat untuk mengambil sebuah tempat makan, jadi belok ke Cisitu aja mah kecil). Di tengah kemacetan itu, ada aja gitu motor yang kurang ajar naek-naek ke trotoar.

Iya, gue tau betapa menderitanya naek motor di Bandung kala macet. Tapi gak berarti penderitaannya dialihkan ke pejalan kaki dong.

Jadi dengan bahagianya gue berjalan di tengah trotoar, pura-pura sibuk dengan si Maliq dan tidak mendengar pengendara motor yang meminta-minta jalan. Walaupun akhirnya harus minggir juga, setidaknya sudah membuat mereka kesal. Rasanya SANGAT MENYENANGKAN* >:))

Beberapa taut terkait yang bercerita tentang nasib pejalan kaki di Bandung serta kemacetannya yang gak abis-abis:
- Arry Akhmad Arman’s Weblog: Nasib Pejalan Kaki yang Sebenarnya di Bandung
- roemah kajoemanis: surat pembaca dari si Kuning
- Padepokan Budi Rahardjo: Bandung muaaacettt
- Wisata Offroad di Jalan-jalan rusak kota Bandung

*besoknya katempuhan, jalan lagi tapi melawan arus, jadi walaupun tetep bisa pura-pura ga denger, tapi ga bisa pura-pura ga liat :P