24 Agustus 2013

702

Kalo ada yang nanya-nanya gue soal Islam, gue paling takut sama pertanyaan "Kenapa kalian berpikir sistem yang dipakai masyarakat 14 abad yang lalu masih relevan untuk saat ini?" Untung sampe saat ini belum pernah ada yang nanya. Masalahnya, gue takut gak bisa ngejawab dengan benar. Mungkin karena gue sendiri gak tau jawabannya.

Mungkin, karena gue sendiri menanyakan hal yang sama.


Ada dua wajah dari pertanyaan itu yang mengganjal buat gue. Yang pertama dalam bentuk keinginan untuk menerapkan "syariah Islam", sering kali secara literal. Richard Dawkins berargumen bahwa nilai-nilai moral kita, umat manusia, berubah dari masa ke masa. Apa-apa yang normal, bahkan "mulia" pada suatu masa, boleh jadi kita anggap tak bermoral saat ini. Misalnya poligami dan menikahi gadis bau kencur, sesuatu yang biasa saja dilakukan pada abad ketujuh, bukan cuma di Jazirah Arab tapi juga di Eropa. Tapi sekarang keduanya, terutama yang terakhir, bisa dikategorikan "amoral".

Gue menemukan jawaban untuk Dawkins sebagaimana yang gue kutip di sini:
...karena cara berpikir “asli” seperti diatas berarti mengingkari tujuan syari’at itu sendiri, yaitu memberikan jalan keluar bagi manusia untuk menuju mashlahat dunia-akhirat dihadapan berbagai masalah dalam ruang dan waktu mereka sendiri.
Jawaban yang lebih nyakola gue temukan di buku No god but God-nya Reza Aslan. Intinya kurang-lebih sama sama kutipan di atas. Yang agak nyeleneh, mungkin, Aslan berargumen bahwa semua sumber hukum Islam kecuali Al Quran merupakan interpretasi manusia yang tak bisa dicerabutkan dari konteks ruang, waktu, dan sejarah. Dengan kata lain, syariah itu lebih manusiawi ketimbang ilahi. Dan manusia berubah—bisa diperdebatkan tentunya—ke arah yang lebih baik. Dus, syariah harus berubah mengikuti waktu, dan bukannya tidak bersesuaian dengan perubahan nilai moral ala Dawkins.

Jadi jawaban pertama: "Gak, belum tentu sistem yang dipakai masyarakat 14 abad yang lalu masih relevan untuk saat ini."

Ganjalan berikutnya, wajah kedua dari pertanyaan tadi sebenarnya agak mbulet. Walopun emang sesuatu yang normal di masanya, tetap aja berarti beberapa hukum yang tampak kejam dan amoral dalam pandangan kita sekarang itu pernah dilaksanakan oleh Rasulullah atau Khulafaur Rasyidin. Gue merasa ada penjelasan yang hilang. Dan lucunya, gue temukan di buku World War Z.


Salah satu bagian di buku ini menceritakan revisi hukum pidana yang terpaksa diterapkan saat perang melawan zombi *uhuk*, di antaranya hukum cambuk dan pasung. Tentu saja, saat semua tenaga dibutuhkan untuk melawan zombi, penjara adalah sebuah kemewahan. Saat semua sistem runtuh dan yang tersisa hanya kepercayaan, rasa malu menjadi hukuman yang lebih berat ketimbang cambuk. Madinah di masa Rasulullah adalah masyarakat kecil di mana setiap orang saling mengenal satu sama lain. Sistem ekonomi dan kemasyarakatan yang masih sederhana dan bergulir dari hari ke hari, membuat penjara juga menjadi sebuah kemewahan. Tapi kita sudah berabad-abad meninggalkan kesederhanaan itu.

Jadi, mungkin perlu perang melawan zombi untuk menegakkan syariah?

harga = mati ;-))

2 komentar:

  1. hi mbak atau mas (maaf sy ga tau pasti), utk menganalisa pertanyaan mbak atau mas, bisa panjang sekali jalan yg perlu dilalui utk menelaahnya. jgn terlalu cepat jump into conclusion. kalau bagi saya sih, tidak ada yg salah dengan ajaran yg datang dr tuhan, yang bikin agama jadi hancur adalah si manusianya. istilah "no money no religion" pas sekali menggambarkan keadaan masyarakat islam skrg. tapi kebanyakan manusia suka mengkambinghitamkan sesuatu padahal si kambing hitamnya ya mereka sendiri....:). just my 2 cent:)

    BalasHapus
  2. Halo mbak, makasih sudah mampir.

    Seandainya saya meyakini bahwa ajaran yang datang dari Tuhan itu salah, tentu saya sudah gak layak mengaku muslim. Sebenarnya poin saya adalah, justru syariah yang oleh banyak orang diklaim sebagai hukum Tuhan lebih merupakan interpretasi manusia, yang artinya (1) tidak bisa dipisahkan dari konteks ruang, waktu, dan sejarah; (2) bisa salah. Yang buat saya gak masuk akal adalah memaksakan syariah versi abad ke-7 ke tata kehidupan kita sekarang tanpa penyesuaian. Syariah tidak boleh beku, karena itu menyalahi tujuannya sendiri seperti yang saya kutip di atas (saya menemukannya di sebuah blog, tapi kalo gak salah itu dari biografi Gus Mus).

    Oh iya, mungkin saya harus disclaimer bahwa saya sebenarnya gak punya latar belakang ilmu yang cukup untuk mengambil kesimpulan apapun. Ini cuma bagian dari proses pencarian saya, ditulis biar gak lupa dan biar bisa diurai simpul2nya. Kalo ada yang menyanggah atau ingin meluruskan, saya terima dengan senang hati.

    BalasHapus