25 Mei 2011

586

Pernah gak ngerasain naek busway transjakarta cepat dan nyaman?

Gue pernah, sekali. Taun 2004, beberapa hari setelah koridor I dibuka. Gak nyampe sebulan lah (dibukanya, maksudnya, bukan waktu perjalanannya). Dari Sudirman ke Blok M gak nyampe 20 menit. Bis kosong, ber-AC. Nikmat banget deh. Udah, abis itu gak pernah-pernah lagi. Maksudnya gak pernah naik transjakarta nyaman lagi. Kalo sepanjang Sudirman masih mendingan sih daripada terjebak di ruang pamer mobil terpanjang di dunia, tapi teteup...

Eh, agak lucu juga baca tulisan lama itu. Tulisan itu juga mengutip artikel dari sebuah majalah daring yang nampaknya sudah almarhum. Ini gue kutip lagi.
Sutiyoso might be criticized for allowing the bus way project to be undergone, but see in 3 years to come, that stupid red bus with a peanut logo on it might be our savior from the chaos happening on the streets.
Sutiyoso mungkin dikritik karena meloloskan proyek bus way, tapi lihatlah tiga tahun lagi, bis merah bego dengan logo kacang itu mungkin jadi penyelamat kita dari kekacauan di jalan.
(Indonesia Oh My Country, 2004)
Dan taun 2007 sudah lewat empat taun yang lalu.

Lucu karena, menurut gue, Sutiyoso cuma beruntung aja di Koridor I. Baiklah, mungkin agak cerdas karena jalur Kota-Blok M memang cukup masuk akal untuk dikasih bus way. Tapi mengelola lalu lintas Jakarta adalah proyek yang terlalu besar jika hanya mengandalkan keberuntungan dan sedikit kecerdasan. Mana yang ahli teh? Mana? Mana? #nyolot

Udah lama perasaan males banget naek transjakarta. Ngantrinya lama, jalannya jauh, apalagi kalo mesti pindah-pindah koridor. Ada beberapa keputusan bodoh gue yang berawal dari memilih transjakarta ketimbang metromini. Walopun ga berarti memilih metromini terus jadi cerdas sih. Euh... udah ga jadi orang Jakarta aja masi banyak ngeluh :P

Nulis ini sebenarnya karena dosa membaca tulisan ini sih. Intinya gue lumayan sepakat bahwa transjakarta itu proyek "sampah busuk buangan oportunis" (sevensillysins, 2011). Sekalian ingin membagi tautan yang sebenarnya gak nyambung-nyambung amat tapi maksa disambung-sambungin:
- OrangKetiga: Mengarungi tujuh koridor
- Freakonomics: Paradoks panjang jalan dan kemacetan
- Paman Tyo: Cara DKI menyehatkan pejalan kaki
- Sarapan treuk

2 komentar:

  1. suatu hari saya kembali naik 45 karena perlu cepat sampai di blok m... dan baru kerasa kalau bis reguler yang penuh sesak, ngebut, dan acakadut itu jauh lebih ramah daripada busway.

    ato cuma gua dan kelinci yang punya pikiran ini?

    BalasHapus
  2. Jakarta taun '41

    lagunya "Ik mee maar nasi goreng... met sambal en terasi" ;))

    keliatan ada trem lewat. Bung Karno ga suka trem, pinginnya subway. subway-nya ga jadi, jadinya busway yg malah lebih kacrut dari trem ;))

    tapi kalo bung karno ga jatuh mungkin jadi tuh subway

    BalasHapus