04 April 2009

422

Kapan itu Andras nanya tentang politik di Indonesia. Gue bilang mau pemilu dan semua orang jadi sedikit gila. Gue bilang juga bahwa gue mungkin mo golput karena ga ada yang layak pilih. Dia bilang sebaiknya jangan, karena gue adalah sedikit orang dengan setumpuk privilese, yang harusnya bisa membuat pilihan cerdas dibandingkan dengan "orang-orang tidak beruntung di luar sana", setidaknya gue bisa memilih yang terbaik di antara yang terburuk.

Naif, eh?

Kemarin gue gabung grup Stop Dada Rosada! di mukabuku. (kayanya asik juga tu bikin grup "Bikin Mesin Waktu dan Stop Aa Tarmana!" sekalian) Dan gue mengamini salah satu komentar di forum diskusi "Mengapa Dada Rosada bisa memenagi pemilihan walikota Bandung 2008-2013?"
Caesar Adi wrote on March 23, 2009 at 7:32am
Analisis sederhana terpilihnya DDR:
1. Apatisnya pemilih intelek di Kota Bandung (banyak golput)
2. Terbatasnya info mengenai dosa2 pemerintahan DDR (sulit mengakses dokumen publik terkait pelanggaran yang terjadi)
3. Pragmatisme pemilih terutama masyarakat kecil yang mudah termakan oleh janji DDR
Agak menyederhanakan masalah, memang. (analisis yang rumit akan melibatkan geng motor, te|ik sandi, mafia, mi|iter, dan bobotoh Persib) Tapi bukan berarti tidak benar adanya, atau tidak ada benarnya.

Baiklah, Rp 0,02 gue tentang Pemilu dalam bentuk wawancara imajiner dengan kepribadian gue yang satu lagi.

+ Apakah lo akan ikut Pemilu?
- Yup.

+ Kenapa?
- Atas pertimbangan naif seperti yang gue bahas di atas (dan ini juga secara implisit mengasumsikan diri gue sebagai pemilih intelek).

+ Apakah lo menganggap, dus, setiap orang harus ikut Pemilu?
- Nggak. Itu mah terserah. Gue bahkan tidak ingin capek-capek berdebat seperti yang gue lakukan lima taun yang lalu. Kalo butuh masukan, mungkin bisa liat tulisannya Herman Saksono dan tanggapan Mas Ronny Lantip. Kalo mau perspektif yang agak religius, silakan liat di sini.

+ Lantas, mau milih apa/siapa?
- Belum tau.

+ Lho?
- Yah... gue memutuskan untuk gak golput-nya aja baru kok.

+ Lo tau kan itu bukan jawaban?
- Iya, ini kan masih proses penyaringan pribadi gue. Pertama, pilih partai dulu.

+ Gimana caranya?
- Kalo gue cenderung memberikan suara gue ke partai besar. Artinya, partai yang bakalan dapet kursi di DPR. Dengan begitu kemungkinan suara gue terbuang lebih kecil. Dan dengan begitu gue menyempitkan pilihan gue ke kurang dari 10 partai. Kalo males baca Kompas atau Tempo, mungkin blogger favorit anda bisa kasih perspektif yang menarik. Gue merekomendasikan tulisan ini untuk ulasan singkat tentang 4 partai besar. Herman Saksono kayaknya bertekad untuk mengulas beberapa partai di sini. Berselancar ke politikana dan jangan bikin malu 2009 juga seru. Atau... kesal dengan partai tertentu? Ini ada pembalasan dendam yang "alus tapi ngantem" :D

+ Tapi sekarang kan jamannya pilih orang, bukan pilih partai!
- Iya, gue juga mau pilih orang. Partai itu cuma saringan awal, biar gak terlalu ribet.

+ Lalu?
- Lalu tinggal pilih orangnya, hehehe.

+ Nah itu, gimana caranya milih dari sekian ratus poster dan spanduk?
- Pertama, lupain aja semua poster, spanduk, baligo, dan stiker itu. Iya... gue bisa bilang begini emang karena gak ngalamin sendiri. Tapi anggap ajalah itu politik (bagi-bagi) uang buat para pengusaha spanduk dkk.

+ Kalo gak liat poster dan spanduk itu, gimana kita tau caleg-calegnya?
- Haluuu... pernah dengar sebuah teknologi canggih bernama Google?

+ What??? Mesti di-google satu-satu?
- Nggak lah. Tapi memasukkan kata kunci "daftar caleg" dan mengklik Ik doe een gok (atau Saya Lagi Beruntung) langsung membawa saya ke sini.

+ Trus?
- Trus ya itu tadi. Tetapkan beberapa partai pilihan. Dari 4 partai besar pilihan pengamat pohon untuk daerah pemilihan Jakarta Pusat, ada 32 caleg DPR. Nah tu, baru silakan di-google :D

+ Njrit, masih banyak aja!
- Haha, gue menetapkan satu kriteria tambahan yang (sangat) menyempitkan pilihan :D
Mungkin sebelum meng-google sendiri, bisa liat ke sini dulu.

+ Bentar, bentar... jadi gue yang mesti repot begini?
- Sayangnya iya. Karena caleg-caleg itu gak mau repot-repot untuk kita. Karena kita yang katanya pemilih intelek ini hanyalah minoritas yang (mungkin) tidak terlalu penting untuk digarap.

+ Lah terus ngapain gue repot-repot untuk mereka?
- Karena kita bisa (ugh!) Karena kita adalah minoritas yang punya privilese, yang bisa akses internet, yang mungkin pernah ngambil filsafat ilmu, yang mungkin pernah ikut kuliah umumnya (alm) Cak Nur, dan segala privilese lainnya. Seenggaknya, at the end of the day, kita bisa bilang bahwa kita udah ngerjain PR kita.

+ Bukannya itu oxymoronic ya?
- Oxymoronic, paradoksial, ironis, sebut aja. Itulah Indonesia :D

Halaman-halaman yang gue rekomendasikan:
- politikana
- jangan bikin malu 2009
- daftar caleg 2009
- litsus caleg
- treespotter tentang pemilu 2009

6 komentar:

  1. Gua jelas tau mau milih apa dan siapa. Pak Gerry dari PDS. Karena dia boss gua dan suka ntraktir gua tanpa embel2 suruh milih. Alesan gua oke kan?

    Tapi sayangnya, meskipun gua udah memutuskan ini 2 bulan yang lalu, gua tetap ga bisa ikut pemilu. Da masih terdampar.

    BalasHapus
  2. pas pemilu gue mo nyalon aja ah.. mumpung libur di tengah pekan..

    BalasHapus
  3. mbak link nya bagus...aku suka analisa si treespotter itu mbak.btw g ada grup tusuk DADA nya DADA ROSADA ya mbak? pengen g miliiiiiiiiiiiiiiih......(udah nyiapin backpack minggat dari rumah)

    BalasHapus
  4. Vandallissimo7/4/09 17:50

    Wah, terdampar, huhuh.

    Man, let me see. I like the prez, tapi sekarang bawah-bawahnya yang brengsek. Coba, orang ga segitunya rebutan jadi Presiden. Ya minimal orang yang itu-itu aja, lah. Istilahnya kalo sinetron, masih jaman Roy Marten ato August Melazt.

    Tapi kepala daerah? Hebat. Sesuatu yang dikira bagus pas jaman-jaman reformasi berbalik nusuk. Otonomi daerah, yea yea, kelihatannya (teori) bagus, nyatanya Kepala Daerah di suatu daerah di Kalimantan bikin PP yang melancarkan jalannya menguasai semua batu bara di daerah itu (dan menutup kans pelelangan tender secara adil).

    Sekarang rebutan jadi Kepala Daerah, rebutan jadi Anggota Legislatif. Mau partai apapun, rasanya, begini-begini sajalah hidup di daerah yang saya sebutin.

    BalasHapus
  5. @ mumun:
    lah itu slh satu ironisnya indonesia. gue yg 11400 km away udah dpt surat suara sejak dua minggu yang lalu :D

    @ vandal:
    yg punya duit orang yg itu2 aja... dan para pejuang reformasi itu juga ikutan bergerak ke arah duit.

    gue pikir golput akan lebih baik kalo suara golput diitung (golput = kursi angus). bayangkan betapa bermanfaatnya. APBN utk DPR akan berkurang drastis :D sayang UU pemilu ga memungkinkan

    anyways, salah satu alasan gue pilih partai besar sebenarnya biar partai2 kecil pada mati. sadis memang. biar partai ga banyak2, dan ga terlalu banyak resource dan duit kebuang ke situ. gue gak ngerti, orang kok pede banget bikin partai kek ada yg milih aja

    BalasHapus
  6. "anyways, salah satu alasan gue pilih partai besar sebenarnya biar partai2 kecil pada mati."

    Nice, gw setuju ini.

    Walau pada akhirnya gw gak milih juga. Gw pas pemilu kemaren bercita2 motret orang2 berkoteka nyobl..eh, nyontreng. Dan untuk itu gw harus ke Wamena. Gw udah transit di Jayapura ketika denger berita Aviastar jatoh n pendatang dibunuh di sana. Even Jayapura juga lagi rusuh. Hehe, ya udah, gw piknik di hotel di Jayapura pas hari pemilu...:p

    BalasHapus