27 Mei 2008

338

Ini adalah contoh nyata dari pengabaian terhadap hak atas kekayaan intelektual yang berujung mengenaskan. Gara-gara sebaris kalimat di tulisan gue sebelumnya, yang tidak memberikan kredit selayaknya terhadap pencetus ide brilian gue tentang filsafat ilmu, jadi gue terpaksa harus bikin tulisan baru lagi!!! Benar-benar tidak sangkil dan mangkus.

Baiklah. Filsafat ilmu. Harap dicatat, segala pemikiran gue di sini hanyalah refleksi dari obrolan YM dengan sodara Edo, salah-benarnya harap dikonfirmasi ke beliau ;))

Menurut wikipedia, filsafat ilmu adalah "bidang ilmu yang mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari sains, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial". Gue baru ngambil kuliah ini dua periode yang lalu, cuma tiga kali kuliah tambah satu makalah yang nyaris gak kelar gue kerjain kalo gak disemangatin Rian, tapi itu lain cerita (o iya, yang merekomendasikan literatur untuk makalah ini juga Edo, ntar protes lagi dia :D). Dulu(?) di ITB, kuliah ini adalah kuliah pilihan di Fisika, yang ngajar Pak Armahedi Mahzar. Gue dan Edo membahas bahwa kuliah ini harusnya jadi kuliah wajib untuk semua mahasiswa. Sekarang gue menyesal dulu gak ngambil.

Gara-garanya, kemarin mata gue ampe jereng bacain diskusi tentang Harun Yahya di sini. Dan sekali-dua gue harus tanya om wiki tentang istilah-istilah macam argumentum ad verecundiam dan dikotomi palsu. Bodoh. Bukan istilah-istilahnya, tapi kenyataan bahwa gue, mahasiswa program master, tidak mengenal istilah-istilah itu. Hmmm... bukan masalah istilahnya yang mirip "ajian Harry Potter" (Komarulzaman, 2008). Tapi bahwa itu adalah suatu sistem logika yang harusnya dikuasai setiap orang yang nekat masuk perguruan tinggi. Pantesan anak ITB pada sotoy (termasuk gue :D). Sampe gue membuat hipotesis bahwa anak ITB itu belum tentu pintar, tapi pasti belagu. Jika ada yang pintar tapi gak sotoy, "itu adalah suatu pengejawantahan suatu rendah diri yang keterlaluan dimana gejala ini sangat langka ditemukan pada pribadi lulusan perguruan tinggi paling prestisius di bandung ini" (Perdana, 2008).

Kadang-kadang emang kek otak-atik gathuk. Tak usah kasih contoh ya (duh, gimana sih, sudah tak mengerti filsafat ilmu, malas pula). Pokoknya kenyataan bahwa
A: Sebagian besar mahasiswa ITB angkatan '97 tidak mengambil kuliah Filsafat Ilmu
B: Gue mahasiswa ITB angkatan '97
Kesimpulan: Gue mungkin tidak mengambil kuliah Filsafat Ilmu
menunjukkan bahwa secara umum ada kesalahan dalam sistem pendidikan di ITB. Lho? Kejauhan :D

PS: Trus, apa kesimpulan gue tentang Harun Yahya? Hihi, udah pada taulah. Tergantung mo baca Hidayatullah apa ngubek Google Scholar :- Ngomong-ngomong, itu Mas Joko kayanya lagi diintai sama antek-antek Zionis *kabuuuuuuuuuuuuur*

1 komentar:

  1. Filsafat ilmu yg diajarkan oleh armahaedi itu lebih menekankan Constructivism padahal seharusnya lebih banyak materi yg dicover dalam kuliah tersebut.

    BalasHapus