20 April 2007

276

Minggu sore di BEC-gramedia-BIP adalah semacam parade perasaan bersalah buat gue. Perasaan yang gak sederhana dan lalu membuat gue menyalahkan pemerintah, menyalahkan koruptor, menyalahkan kaum kapitalis pemegang modal, menyalahkan Amerika, dan tentu tak lupa menyalahkan kaum zionis ;) Perasaan yang muncul ketika gue menyadari hidup gue begitu enak sementara anak-anak kecil entah siapa emaknya tergeletak begitu saja di trotoar Jalan Merdeka dengan kaleng rombeng berisi beberapa ratus rupiah di sampingnya.

Kayaknya ini dimulai saat kuliah. Mungkin bentuk perasaan bersalah gue yang paling nyata adalah beberapa kali dalam periode 1998 - 2001 gue gak mau nonton di 21. Bukan karena gak punya duit dan bukan karena protes terhadap monopoli Sudwikatmono, tapi bener-bener karena gue ngerasa bersalah menghabiskan uang dalam jumlah besar (10 ribu perak, gitu?) hanya untuk bersenang-senang sementara ada orang yang menganggarkan uang segitu untuk makan sekeluarga selama dua hari.

Tapi tentu saja gue lalu mulai nonton lagi. Lalu gue lulus dan bekerja dan perasaan bersalah itu makin lama makin luntur karena, hell, this time I earn this! Gue kerja, kadang tujuh hari seminggu, dan gue berhak nonton di bioskop bagus bertata suara dahsyat. Gue berhak ngabisin uang dalam jumlah yang sama untuk makan siang atau, hell, mungkin sekedar ngemil menunggu film mulai. Gue berhak ngeborong DVD bajakan yang lalu menumpuk gak sempet gue tonton.

Gue lalu berpikir bahwa gue berhak ngelakuin apa aja yang gue mau selama gue bisa bayar untuk itu, tapi kenyataannya masih selalu ada saat-saat seperti minggu sore di Merdeka itu. Gue tidak menyebutnya nurani atau apa, sumpah kayanya itu ketinggian. Maybe I just wasn't born for that, that's all.

Kebetulan baca posting Pak Budi, yang merujuk ke posting ini. Seandainya R.E.M. atau Pearl Jam dateng ke Indonesia dengan tiket 4 juta, apa gue mau nonton? Rasanya tidak. Untuk 400 ribu pun mungkin tidak. I wasn't born for that. Mungkin itu patut buat orang lain, tapi tidak buat gue.

Inget 4 parameter? Parameter pertama; tidak terlalu sering karena sekarang ngopi di kantor. Tapi tetep kopi sachet ;) Parameter kedua; simply jomblo, hehe. Parameter ketiga; masih. Parameter keempat; sudah gue langgar berkali-kali untuk sekantung Lays. Apa gue memanjakan diri gue dengan kemewahan semacam itu? (Yap, berbelanja di circle-K sebelum jam 9 malam layaknya adalah kemewahan. Bandingin aja harganya sama toko sebelah :D) Apa gue udah berubah? Kalo boleh ngeles, beli Lays kan termasuk biaya operasional, buat nemenin ngetik malem-malem :D

2 komentar:

  1. nice curhat rin....bikin gw ikutan mikir...berapa banyak sih gw buang duit yg ga penting hanya utk pemuas kebutuhan yg ga penting juga....

    *kebayang pisan BIP....dah lama pisan teu ka ditu euy....*

    BalasHapus
  2. hehe, kirain kalo dah nikah mah kebutuhannya penting semua mbak? secara saya kalo lagi ada rejeki di kantor ada aja gitu yang usil "rani duit banyak2 buat apa sih?"
    padahal ngabisin duit kan kerjaan paling gampang sedunia ;D

    BalasHapus