21 Agustus 2011

616


Seminggu terakhir ini, dalam pengaruh PMS, gue merenungi kenyataan bahwa puasa di Belanda lebih enak dari di Indonesia. Bahkan dengan 17 jam, kurang tidur, dan ketiadaan bonteng surinya. Dan kenapa?

Pertama, gak ada yang peduli bahwa lo puasa. Dan percayalah, wahai FPI, bahwa ini adalah hal positif. Hari keempat puasa gue harus presentasi selama satu jam dan semua, maksud gue SEMUA orang masuk ruangan dengan membawa air atau kopi atau teh. Jadi lo tidak punya alasan untuk menurunkan standar lo selama puasa. Pembimbing gue emang sempet bilang 'Don't work too hard' (pembimbing macam apa itu), tapi tidak berarti dia menurunkan ekspektasinya akan hasil kerja gue. Gue juga kadang-kadang pulang jam empat alih-alih jam lima, tapi mengingat gue melewatkan makan siang dan dua kali rehat kopi, gue berani bilang waktu kerja gue tak beda sama yang di kantor 9-5.

Kedua, puasa di Belanda gak riweuh. Seenggaknya jauh lebih gak riweuh ketimbang di Indonesia. Keriweuhan ini sebenarnya yang dibilang Patra sebagai 'Islam sebagai budaya' waktu kita ngobrolin suasana ramadhan beberapa minggu yang lalu (yang juga mengimplikasikan saya kurang berbudaya untuk mengapresiasi Islam sebagai budaya #bletak). Dan di sinilah, menurut gue, pertanyaan Mumun menjadi relevan juga. Puasa itu pribadi kok, hanya lo dan Tuhan yang tau. Jadi kenapa riweuh? Puasa di Belanda enak karena energi lo tidak habis untuk keriweuhan. Kalo gue bilang 'jadi bisa fokus ibadahnya', gue tampar diri gue sendiri karena gue juga belum ke situ. Tapi untuk orang-orang yang mau fokus ibadah (kerja juga ibadah, tah? lagian puasa 17 jam, masih ada 9 jam untuk ibadah ritual), insya Allah di Belanda lebih enak. Setidaknya menurut gue.

Agak tidak bersyukur juga sih kalo gue mengingkari segala keriweuhan. Sekarang gue tinggal sama temen sesama orang Indonesia, jadi tidak seperti ketika di asrama dulu, kadang-kadang buka puasa tidak sekedar minum-makan-biskuit-solat-lalu-makan tapi juga harus ada ta'jil dan kawan-kawannya. Seminggu sekali juga ada buka puasa bersama, riweuh juga tapi ya patut disyukuri sebenarnya karena silaturahmi dan makanan bergizi itu penting. Dan yang jelas, frekuensi keriweuhannya jauh di bawah di Indonesia.

Kalo soal ditanya-tanya, kadang dengan agak sinis, eta mah geus biasa. Orang yang emang dasarnya gak respek sama lo, lo mau ngapain juga ya tetep aja gak respek. Ga usah dipikirin.

3 komentar:

  1. Adriansyah22/8/11 17:32

    kalimat terakhirnya inspiratif. :') #dijejelinbukumotivasi

    BalasHapus
  2. ary ginanjar? eh ga boleh nyebut merk ya ;))

    BalasHapus