22 Oktober 2006

259

Ramadhan gue taun ini ramadhan syi'ah. Hehe, bukannya gue jadi syi'ah sih. Cuma, setelah selama sebelas bulan membaca buku-buku sekuler (sebenarnya istilah sekuler masih kebagusan karena sebagian besar adalah novel yang mengandung unsur-unsur maksiat, bid'ah, dan khurafat), ketika datang ramadhan gue membaca dua buku relijius dan dua-duanya kesyi'ah-syi'ahan.

Yang pertama, Catatan Kang Jalal-nya Jalaludin Rakhmat. Ini sebenarnya syi'ah boong-boongan sih. Seperti kata Kang Jalal, ada tiga gelombang syi'ah di Indonesia. Golongan pertama, yang menganut syi'ah sebelum revolusi Iran. Golongan kedua adalah golongan intelektual yang melihat rasionalitas dalam syi'ah, juga pengagum revolusi Iran. Golongan terakhir adalah syi'ah militan yang pernah menuntut ilmu di Iran dan punya misi
menyebarkan syi'ah. Gue gak tau seberapa syi'ah-kah Kang Jalal, tapi bukunya biasa-biasa aja tuh. Beliau malah bilang dikotomi syi'ah-sunni sudah tidak relevan, apalagi di Indonesia. Tak semua orang yang katanya syi'ah menjalankan ritual syi'ah sepenuhnya, sementara ritual-ritual seperti 40 harian itu ternyata terpengaruh syi'ah. Selama ini kalo mendengar syi'ah yang terbayang sama gue adalah orang-orang yang menyiksa diri di asyura, padahal di Iran sekalipun ritual seperti itu dilarang.

Karena merasa tanggung, gue baca buku kedua, Fatimah-nya Ali Syariati. Nah, ini baru syi'ah bener. Yang menarik, buku ini ditulis taun 1971, berarti sebelum revolusi Iran, tapi kondisi masyarakat Iran yang disorot Syariati dalam pendahuluan mirip banget sama kondisi Indonesia sekarang. Mungkin Iran sekarang juga tak hebat amat, tapi seenggaknya mereka bisa bikin jet tempur sedangkan PT DI malah bubar. Halah, berarti kita ketinggalan 35 taun dari negara yang oleh Amerika disebut poros kejahatan!

Terus terang gak biasa baca literatur yang syi'ah banget, apalagi (tentu saja) menyangkut khulafaur rasyidin. Untuk menyejukkan hati, gue akhirnya—entah untuk keberapa kalinya—baca Bilal-nya H.A.L. Craig. Buku ini adalah sejarah nabi terindah yang pernah gue baca. Konon, setelah Rasulullah SAW wafat, karena sedihnya Bilal hijrah ke Damaskus. Kalo gak salah, di sana Bilal menulis sejumlah catatan, yang kemudian disusun oleh Craig. Apapun, bagaimanapun prosesnya, hasilnya adalah kisah yang intim dan sangat menyentuh. Gue sampe nangis bacanya.

Menurut Syariati, setelah wafatnya Rasulullah Bilal bergabung dengan Ali dan Fatimah bersama Salman, Abu Dzarr, Ammar, dan beberapa sahabat lain. Di pihak lain ada Abu Bakar, Umar, Khalid, Amru bin Ash. Bilal memihak Ali, tapi tentu saja semua orang tau Bilal yang dulu budak dimerdekakan oleh Abu Bakar.

Gue baca Bilal karena teringat satu "adegan" ketika Bilal pertama kali menjumpai Rasulullah. Mungkin gue kutip aja.
...Untuk pertama kali Muhammad menggenggam lenganku dan memapahku agar duduk di sampingnya. Aku sungguh merasa ragu. Engkau tentu mengerti, bahwa aku sebelumnya tak pernah duduk di hadapan golongan suku Kuraisy. Golonganku seharusnya berdiri. Aku menyadari keraguanku, karena itu Muhammad membuat gurauan kecil untuk menolongku, "Ali tak akan menunjukkan kebolehannya selama kita masih berdiri," katanya.

Lalu aku pun duduk di sebelahnya, dan sejak itu aku menjadi sahabatnya selama dua puluh dua tahun hingga malam kematiannya. Aku senantiasa duduk dan berdiri berdampingan dengannya. Di Madinah aku senantiasa membangunkannya di waktu subuh karena sudah menjadi tugasku untuk mengumandangkan adzan pertama, mengajak bersembahyang. Dengan perlahan aku mengetuk pintu rumahnya dan berkata, "Mari sembahyang, ya Rasulullah." Aku, salah seorang dari sahabat Nabi yang memiliki kedudukan di atas para pangeran. Di hari itu, aku, Bilal, jatuh untuk bangun. Maafkanlah senyumanku ini, untuk gurauanku yang memang tepat.

Ketika Ali mempertunjukkan "kebolehannya", kebahagiaan memenuhi seluruh rumah itu. Ia berjungkir balik, melentingkan tubuhnya dan berloncat di kedua lengan Muhammad. Tentu saja suatu pemandangan yang mengasyikkan, seorang Nabi menangkap anak yang melompat...
Ramadhan hari ini habis. Besok lebaran (gue ngikutin muhammadiyah, syi'ah di Indonesia lebarannya kapan ya?)

Selamat lebaran.
Taqabalallahu minna wa minkum. Shiyamana wa shiyamakum.
Maaf lahir batin.

2 komentar:

  1. Apaaa? Punya bukunya Ali Shariati, mbak? Sudah syi'ah, Marxis pula. Pinjem doong...:D

    BalasHapus
  2. bukannya gue pinjem buku yg sosialisme itu dari elo ya? *mengingat-ingat*

    BalasHapus