27 Februari 2006

sinemaindonesia bubar. Yak, orang-orang lucu itu (atau meminjam kata bapak blog Indonesia, hilarious) gak akan ngulas film-film Indonesia terbaru lagi. Kata gua mah, biarin aja.

Gua sangat nikmatin baca SI. Mereka lucu, dan mereka tau film. Gua sering menjadikan mereka referensi karena banyak penilaian mereka yang kepake sama gua. Tapi kalo baca komentar beberapa orang di sini, seolah-olah kematian SI serta-merta berarti kematian sinema Indonesia. Aduuuuh.

Keknya ini "penyakit" orang Indonesia deh, suka berlebihan memaknai sesuatu (dan gue dibilang berlebihan memaknai 9 Naga, huehehe). Waktu Miles sukses dengan Petualangan Sherina, dilanjutkan dengan Ada Apa Dengan Cinta, keknya sak-Indonesia yang bisa bikin film dengan benar cuma Miles aja. Hasilnya, abis itu gak ada filmnya Miles yang benar-benar bagus (eh, Gie...?).

SI punya posisi yang sangat sehat dalam perfilman Indonesia. Ok-lah, mungkin mereka melakukannya hanya untuk senang-senang, gak pa-pa juga sih. Tapi kenyataannya mereka udah ngasih kontribusi positif yang sesungguhnya layak diapresiasi sama (terutama) para pembuat film. Mereka mengritik (atau mencela) dan mereka melakukannya dengan bagus. Tapi lalu ada orang-orang yang kemudian malah sibuk nyari-nyari siapa di belakang SI, dan sibuk mencari-cari celah dalam ulasannya. Atau setengah mati menyetujui ulasan SI tanpa menonton filmnya. Padahal diskusi yang kebentuk dalam forum SI sebenarnya bisa sangat bermanfaat baik buat penonton maupun pembuat film Indonesia. Gua liat ada lonjakan komentar dari film Missing (9), Apa Artinya Cinta (33), Belahan Jiwa (85) dan keknya sejak itu mulai banyak penggemar yang rajin nongkrongin dan komentar hingga bisa berjumlah ratusan (walopun komentar untuk film Jomblo lebih banyak berisi perdebatan kenapa SI bubar).

Fenomena di SI agak mirip dengan yang terjadi di blog PKS Watch yang isinya mengritik kebijakan-kebijakan Partai Keadilan Sejahtera. Sempet orang-orang ribut mencari tau siapa penulis blog itu. Tapi ke sini-sini keknya diskusinya udah lebih sehat dan konstruktif walaupun masih adalah satu-dua yang gak penting.

Biasa aja gitulah. Gimana-gimana film, sebagaimana seni pada umumnya, adalah ranah yang sangat terbuka untuk subyektivitas. Mau itu blog, mau itu media besar, gak akan lepas dari itu. Kalo kata Joko Anwar, "Guna dari banyaknya kritikus film adalah agar para penonton bisa menemukan kritikus film yang memiliki pandangan umum yang sama tentang film. Sehingga review dari kritikus film tersebut bisa menjadi acuan dari penonton untuk menonton sebuah film atau tidak."

Kalo gak ada SI berarti kita (atau setidaknya gua) kehilangan satu referensi bagus. Yaah... gak pa-palah. Pada akhirnya kenikmatan (atau kesebelan) gua nonton film gak tergantung pada sebuah ulasan. Kalo film itu bagus, ya bagus aja. Kalo jelek, ya jelek aja.

Masih ditunggu: www.sinema-indonesia.com :)

2 komentar:

  1. seperti yg pernah gw bilang dulu, sebenarnya udah ada SI yang lain, tak kalah rame. Cuma dynamic duo-nya bukan Ferry Siregar dan Dodi Mahendra, melainkan H. Samanhudi dan H.O.S. Cokroaminoto. Di situsnya tentu saja ada link ke situs2 asyik yg sejenis, misalnya BO (Boedi Oetomo) dan IP (Indische Partij)...

    BalasHapus
  2. weleh weleh... situs yang masih ditunggu itu jebulnya memang beneran ada. warna merah, pula... hehehe. eva arnaz? bulu keteknya, mungkin itu jawabannya. bujubusyet, '80-an abis cing! (ato '70-an? nilai mata pelajaran Sejarah ku pun jelekk, terutama waktu ulangan bab "Fesyen"...)

    BalasHapus