Score: Oasis' Wonderwall--only in my head
Baru dapet kabar bagus, I mean GREAT news dari athun, finally. Udah sebulan lebih! *tarik napas* Kalem, kalem, don't get too excited. :D
Hari ini, capek banget kenapa ya? Muter-muter di Ciputat, iseng aja. Ingetin gue ya bahwa gue nyari buku ini: "Mencari Autentisitas dalam Kegalauan", soalnya di tiap toko buku dialognya gini.
Penjaga Toko : Nyari apa Mbak?
Gue : Ada bukunya Syafii Maarif?
Penjaga Toko : Judulnya apa ya?
Gue : Nngg...lupa.
Terakhir, eh, sekali-kalinya sih gue liat tu buku di Gramedia MTA. Dasar bego, kenapa gak dibeli aja ya waktu itu.
Sebenarnya sih nyari bacaan yang bener-bener light dan gak usah mikir. Fira Basuki udah abis dalam sekejap (hehe...berlebihan yak?). Review-nya, mmm, ok.
Biru. Cerita tentang reuni sebuah SMA, di mana manusia-manusianya udah ngambil jalan hidup masing-masing yang mungkin gak kebayang tapi nyambung juga sama keadaan mereka di SMA. Kalo pernah baca trilogi Jendela2-Pintu-Atap, bisa kok ngenalin gayanya Fira. In fact, tokoh Bowo di trilogi itu dipinjem di Biru ini untuk memberikan pencerahan ke salah satu tokohnya. Ada kehidupan-kehidupan yang bergerak cepat, tokoh-tokoh yang melakukan tindakan-tindakan bodoh, tokoh-tokoh yang bangkit. Yang gue suka dari buku ini sebenarnya adalah Fira memberikan ending yang personal kepada tiap tokoh, bukan happy ending kolektif-they-live-happily-ever-after-kinda like. Dua tokoh, dengan kepentingan yang bertolak belakang, bisa sama-sama ngerasa bahagia dengan ending-nya masing-masing.
Rojak. (Judulnya gak banget deh, ngingetin gue sama... Rojak temen gue) Eksperimen, eksplorasi. Fira mencoba sedikit gelap. Ceritanya...why? Why another June? Eh, nggak juga sih. Yang rada males, pantun-pantunnya itu. Nanggung.
Saya masih menganggap novel-novelnya Fira Basuki "just" sophisticated chicklit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar